Di masa sekarang ini, terlepas dari masa pandemi COVID-19 yang sedang kita hadapi, kebutuhan akan kuota untuk berselancar di dunia maya tampaknya menjadi salah satu kebutuhan pokok bagi hampir semua orang, dari mulai anak-anak hingga lansia, tak terkecuali bagi kaum disabilitas. Sebagai penyandang disabilitas netra, saya tentunya ingin menjadi tunanetra mandiri yang dapat melakukan kegiatan sehari-hari tanpa melulu bergantung pada orang lain.
Mungkin tak banyak yang tahu bahwa penyandang tunanetra juga akrab dengan perkembangan teknologi. Saat saya menulis artikel ini, saya sudah menyandang status tunanetra selama 17 tahun, terhitung sejak tahun 2003. Tidak hanya bisa mengoperasikan komputer dan ponsel pintar selama ada kuota dan jaringan internet yang lancar, saya pun bisa berselancar di dunia maya tanpa batas!
Sebelum dan terlebih sesudah menjalani keseharian sebagai tunanetra, saya menyadari pentingnya penggunaan komputer dan ponsel pintar di banyak kegiatan. Kita berkomunikasi, bekerja, belajar, berbelanja, dan melakukan transaksi perbankan menggunakan komputer atau ponsel pintar. Maka dari itu, agar tetap bisa up to date dan menjadi tunanetra mandiri dan produktif, saya pun belajar untuk menggunakan komputer dan ponsel pintar. Untuk penggunaan ponsel pintar, saya memulainya dari yang berbasis Symbian hingga yang berbasis Android.
Menjadi Tunanetra Mandiri dengan Menguasai Komputer, Ponsel Pintar, dan Internet
Komputer dan ponsel pintar yang saya gunakan pada dasarnya sama seperti yang digunakan oleh orang awas (sebutan untuk orang yang berpenglihatan normal). Bedanya, untuk PC desktop dan laptop harus ditambahkan perangkat lunak pembaca layar seperti JAWS (Job Access With Speech) yang berbayar atau NVDA (Non Visual Desktop Access) yang gratis. Sementara pada ponsel pintar sudah ada fitur screen reader bawaan seperti, Voice Over pada iPhone atau Talkback pada ponsel berbasis Android yang bisa langsung diaktifkan pada menu aksesibilitas.
Perangkat lunak pembaca layar baik yang dipasang pada PC desktop/laptop maupun di ponsel pintar itu akan membacakan setiap huruf, kata, kalimat, tanda baca serta tampilan menu yang ada di layar. Yang perlu saya lakukan hanyalah membiasakan diri untuk “melihat” dengan cara yang berbeda, dalam hal ini dengan cara mendengar.
Dengan berhasil mengoperasikan komputer dan ponsel pintar dengan program pembaca layar, saya merasa lebih nyaman beraktivitas sendiri, menjadi tunanetra mandiri. Keterbatasan fisik tidak lagi menjadi alasan untuk menggali potensi diri. Salah satu kegiatan positif yang bisa saya ikuti guna meningkatkan kemampuan adalah mengikuti pelatihan digital content writing bagi tunanetra yang diadakan oleh Suarise bekerjasama dengan Yayasan Mitra Netra pada tahun 2018. Berkat jaringan internet yang baik, wawancara antara pihak Suarise di Jakarta dan saya di Sukabumi via Google Duo bisa berlangsung tanpa hambatan. Selama pelatihan yang berlangsung selama kurang lebih empat bulan itu, kelas berlangsung secara offline dan online. Kelas online dilakukan dengan live stream melalui channel Youtube, sementara materi dapat diunduh dari Google Classroom dan tugas dikumpulkan melalui Google Forms.
Cek portfolio tulisan Deasy dan content writer tunanetra lainnya di sini
Selain jaringan internet yang stabil dan lancar, aneka produk layanan dari provider internet yang saya gunakan kebetulan sangat terjangkau. Kegiatan mencari informasi seperti browsing, mengikuti perkembangan dunia melalui berita, “menonton” Youtube, atau live streaming radio tidak membuat saya takut atau khawatir kantong jebol. Saya juga bisa memesan makanan atau berbelanja kebutuhan sehari-hari sendiri dengan menggunakan aplikasi belanja online yang bisa diakses. Menyenangkan rasanya ketika saya tidak harus selalu minta bantuan orang awas untuk menemani aktivitas sehari-hari.
Yang lebih mengasyikan, tidak hanya hanya wawasan saya yang bertambah, penghasilan saya pun bisa bertambah! Saya pernah mendapatkan honor dari sebuah majalah dari tulisan yang saya kirimkan via e-mail, mendapatkan hadiah uang tunai dari lomba menulis online, dan mendapatkan keuntungan dengan menjadi reseller/dropshipper. Saya menggunakan WhatsApp untuk berkomunikasi dengan pihak supplier/ distributor dan pembeli, sementara transaksi pembayarannya dilakukan melalui aplikasi mobile banking. Mantap kan!
Berkat keterampilan mengoperasikan komputer dan ponsel pintar, juga dengan dukungan pulsa dan kuota internet tanpa batas, saya bisa tetap produktif dan menjadi tunanetra mandiri. Keterbatasan fisik saya tidak menghalangi aktivitas saya! Kalau kamu gimana?